Jakarta (ANTARA) - Bagi Connie Rahakundini Bakrie, negara paripurna bukanlah utopia belaka. Melainkan dapat dibangun melalui gurat kesadaran masyarakatnya yang melahirkan peradaban yang berjiwa, beradab dan tercerahkan.
Negara paripurna tak hanya dibangun dari ambisi kekuasaan, tetapi tumbuh dari harmoni yang mana setiap sistem baik pendidikan, pertahanan, ekonomi, lingkungan hingga kepemimpinan berakar pada kesadaran diri yang dalam.
Dalam buku terbarunya yang berjudul Negara Berkesadaran : Dari Mimpi Peradaban Menuju Kelahiran Bangsa Berkesadaran yang diluncurkan di Jakarta pada Selasa (17/6/2025), Connie mengungkapkan negara paripurna bukanlah cita-cita yang bersifat politik atau administratif, tapi bervisi holistik tentang bangsa yang utuh.
Dalam buku yang ditulis dalam dua bahasa itu, ia mengutip pernyataan Soekarno bahwa revolusi Indonesia bukan hanya pergantian sistem tetapi kebangkitan jiwa. Indonesia bukan sekadar negara yang kuat, juga negara agung yang mana pada saat ini beresonansi kuat dengan Conscious Nation atau negara yang dibangun dengan kesadaran reflektif spritualitas dalam tata kelola, dan harmoni antara manusia, alam, serta kekuatan transenden.
Baik gagasan negara paripurna dan bangsa berkesadaran memiliki kemiripan yakni sama-sama menyerukan kebangkitan dari dalam sebelum kebangkitan dari luar. Kekuatan bangsa tidak terletak pada kekuatan senjata atau produk domestik bruto, melainkan pada seberapa jauh bangsa itu menghayati dan mengenal jati diri dari dalam.
Connie menyebut Indonesia memiliki landasan kebudayaan yang kaya, misalnya dengan filosofi Tri Hita Kirana, Manunggaling Kawula Gusti, hingga Silih Asah Silih Asih Silih Asuh. Nilai kebudayaan tersebut merupakan benih kesadaran dalam budaya kita selama berabad-abad.
Dalam bukunya, akademisi dan pakar pertahanan yang kini menetap di Rusia sebagai Guru Besar di Universitas Negeri Saint Petersburg itu, merumuskan konsep Negara Berkesadaran yang mana memadukan pendekatan teknologi, ekonomi, politik, ideologi, demografi, organisasi, informasi, dan lingkungan, ditopang oleh nilai-nilai luhur Pancasila, pemikiran negara paripurna Soekarno, serta kearifan lokal dan warisan peradaban dunia.
Connie menawarkan kerangka baru dalam memaknai kedaulatan, pertahanan, pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup, hingga hubungan antar-manusia, yang semuanya berakar pada kesadaran dan cinta kasih.
Alih-alih membangun bangsa hanya melalui sistem dan struktur, ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif, yakni kesadaran akan jati diri, relasi dengan sesama dan alam, serta tanggung jawab spiritual terhadap masa depan peradaban.
Ditulis sejak 2022
Connie menjelaskan buku tersebut merupakan hasil perenungannya atas hal-hal yang terjadi di Indonesia dan juga Rusia, yang disebutnya sebagai Tanah Air keduanya. Ia membandingkan bagaimana Rusia yang menjadi bangsa yang kuat dan tangguh serta terus bergerak memajukan dirinya. Masyarakat Rusia juga menghormati pemimpinnya.
“Ketika melakukan kontemplasi, akhirnya saya sadar bahwa masyarakat Rusia adalah masyarakat yang berkesadaran, sadar akan dirinya, budaya dan peradabannya, Menggali dari apa yang diwariskan leluhurnya serta menghormati sejarah, sepahit apapun itu pernah dilewati dengan rasa kejujuran,” terangnya.
Proses penulisan buku dimulai sejak awal tahun 2022, bertepatan dengan keikutsertaan Connie dalam berbagai forum strategis global di tengah ketegangan geopolitik dan krisis internasional. Saat bermukim di Saint Petersburg dan mengamati dinamika kepemimpinan Presiden Putin, ia justru menemukan inspirasi yang mendalam: kekuatan terbesar sebuah bangsa bukanlah pada senjata atau ekonomi, melainkan pada tingkat kesadarannya.
Buku itu merupakan buah pemikirannya setelah lebih dari 30 tahun bergelut dalam dunia pertahanan, geopolitik, dan hubungan internasional, dipadukan dengan perenungan filosofis, kajian strategis, serta percakapan lintas budaya dan spiritual.
Dia berharap buku itu dapat menjadi jembatan antara dunia politik dan dimensi spiritual, antara kekuasaan dan cinta kasih, serta antara Indonesia dan misinya dalam kancah peradaban global.
“Buku ini bukan sekadar untuk dibaca, melainkan untuk dihidupkan dan diwujudkan menjadi gerakan moral bangsa, sebagai strategi menuju Indonesia yang adil, sejahtera, damai, dan beradab,” imbuh dia.
Ia juga mengajak masyarakat berhenti menyalahkan siapapun dengan apa yang terjadi saat ini. Namun apa yang terjadi saat ini, merupakan salah kita sendiri dan bukan karena orang lain.
Cucu Presiden Pertama Indonesia, Puti Soekarno, mengatakan Indonesia memiliki Pancasila yang menjadi modal untuk mewujudkan negara yang berkesadaran itu.
“Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila bukan diciptakan oleh beliau, tetapi Pancasila digali dari bumi Indonesia. Sebagaimana kita ketahui Indonesia memiliki kearifan lokal seperti Tri Hita Kirana dari Bali, ada Silih Asih Silih Asah Silih Asuh dari Sunda, yang semuanya kalau kita ambil saripatinya ada di dalam Pancasila,” terang Puti.
Dalam kesempatan itu, Puti mengajak masyarakat untuk berkontemplasi dan kembali ke koridor kesadaran melalui Pancasila.
Buku itu diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dengan tujuan agar pesan dan gagasannya dapat menjangkau khalayak luas. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pentas internasional. Connie menyebut ini merupakan upaya untuk memperkenalkan wajah Indonesia baru, yakni bangsa yang bukan hanya kuat secara geopolitik, tetapi juga tercerahkan secara spiritual.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Negara paripurna dan masyarakat berkesadaran ala Connie Bakrie