Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf mengusulkan agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuat surat keputusan bersama atau SKB dengan kementerian lain guna menangani masalah jual-beli pulau.
Hal itu karena regulasi yang berkaitan dengan permasalahan itu kemungkinan tumpang tindih dengan aturan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Kehutanan.
"Ini berlangsung sejak belasan tahun yang lalu, sudah banyak sekali pulau yang dijual, apakah dijual atau disewakan," kata Dede saat rapat kerja dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, masalah jual-beli pulau bermuara pada permasalahan rencana detail tata ruang (RDTR).
Selain itu, Dede Yusuf mengatakan bahwa saat ini banyak kasus terkait investasi yang sulit masuk karena permasalahan tumpang tindih regulasi.
Maka dari itu, SKB itu bisa diinisiasi Kementerian ATR/BPN untuk duduk bersama dengan kementerian lain dalam menangani masalah investasi.
"Bahkan, kalau perlu ada Kemenko Infrastruktur perlu dilibatkan karena konteksnya investasi membutuhkan lahan," katanya.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN bantah isu tanah tak bersertipikat diambil negara
Untuk saat ini, Dede juga meminta Kementerian ATR/BPN setidaknya melakukan sebuah aksi dalam mengatasi masalah jual-beli pulau. Kasus itu banyak ditemukan di laman internet yang dikelola perusahaan internasional.
"Minimal dari ATR melakukan komen atau teguran langsung, jadi supaya harus ada sesuatu yang dilakukan. Karena mencabut izin perusahaan tersebut kan nggak bisa, paling tidak bisa dilakukan sesuatu," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan bahwa kementerian tersebut memiliki tugas yang banyak untuk mencegah jual-beli pulau karena ada sekitar 9 ribu pulau kecil yang sekitar 90 persennya belum bersertifikat.
"Karena itu, ini PR bagi kita semua untuk memperjelas pulau-pulau tersebut agar tidak menjadi polemik di kemudian hari," kata Rifqinizamy.
Dia pun menegaskan bahwa pulau-pulau dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, hak alas hukumnya hanya bisa dimiliki warga negara Indonesia atau badan hukum yang terdaftar di Indonesia.
"Jika ada pemberitaan yang menyatakan bahwa ada warga negara asing atau badan hukum asing yang memiliki legalitas tanah atas pulau-pulau tersebut, maka itu pasti bertentangan dengan hukum kita," katanya.
Baca juga: Cek pelayanan, Wamen ATR Ossy sidak ke Kantah Kota Denpasar
Baca juga: Kementerian Agraria: Masyarakat bisa urus sertifikat tanah pada akhir pekan